GAYA BAHASA NOVEL AYAT-AYAT CINTA
Novel merupakan karya seni yang
sangat erat berhubungan dengan kehidupan manusia dan berupa gambaran perjalanan
hidup manusia. Gaya bahasa dalan novel merupakan perwujudan
penggunaan bahasa oleh penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan,
pendapat, dan membuahkan efek tertentu bagi pembaca. Penelitian ini merupakan
bagian dari langkah untuk memahami gaya bahasa berdasarkan jenis gaya bahasa,
dominasi dan implikasi gaya bahasa terhadap pengajaran sastra di SMA.
Novel Ayat-ayat Cinta (AAC)
sebagai sumber penelitian adalah didasarkan atas kemunculan dan
kesuksesan novel AAC karya Habiburraman El Shirazy. Novel itu
lahir pada saat yang tepat.. Hal lain novel AAC sebagai sumber
penelitian adalah bahasanya mudah dipahami dan mengandung sarat gaya bahasa.
Masalah yang diteliti adalah (1)
gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam novel AAC karya Habiburraman
El Shirazy, (2) gaya bahasa apakah yang dominan, dan (3) bagaimana implikasi
novel AAC terhadap pengajaran sastra di SMA Sedangkan tujuan
penelitian ini adalah mengidentifikasi gaya bahasa yang terdapat dalam novel AAC
karya Habiburraman El Shirazy, mendeskripsi gaya bahasa yang dominan, dan
memaparkan implikasi novel AAC terhadap pengajaran sastra di SMA.
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan stilistika. Pendekatan stilistika digunakan
untuk menganalisis penggunaan sistem tanda yang mengandung ide, gagasan dan nilai
estetis tertentu, sekaligus untuk memahami makna yang dikandungnya. Data
penelitian ini berupa penggalan teks dalam novel AAC yang diduga berisi
kalimat-kalimat bergaya bahasa tertentu.
Hasil yang didapat dalam penelitian
ini adalah jenis gaya bahasa dalam novel AAC meliputi gaya bahasa
klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, repetisi, hiperbola, silepsis,
aliterasi, litotes, asonansi, eufemisme, pleonasme, paradoks, retoris,
personifikasi, ironi, sarkasme, metafora, permpamaan/simile dan metonimia. Gaya
bahasa yang dominan dalam novel AAC adalah gaya bahasa hiperbola.
Implikasi gaya bahasa dalam novel AAC terhadap pengajarangan
sastra di SMA adalah dititikberatkan pada sumber bahan ajar.
Penelitian gaya bahasa dalam
novel AAC karya Habiburraman El Shirazy merupakan penelitian awal
sehingga perlu penelitian lanjut. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
sumbangan dalam pengembangan di dunia pendidikan terutama di bidang
sastra. Gaya bahasa dalam novel AAC sangatlah berguna untuk
pengembangan bahan ajar, khususnya terhadap pengajaran sastra SMA.
Novel merupakan karya seni yang
sangat erat berhubungan dengan kehidupan manusia dan berupa gambaran perjalanan
hidup manusia. Sebagai karya seni, novel terdapat pelajaran bagi pembaca
dan dapat dinikmati sebagai bahan referensi serta instrospeksi
diri. Melalui bahasa, novel mudah dipahami dan dicerna oleh para pembaca
karena gaya bahasanya.
Sebuah novel dapat dijadikan bahan
untuk mempelajari kehidupan manusia yang sesungguhnya. Berbagai sifat manusia
dan gambaran hidup terekam semua dalam sebuah novel. Gambaran hidup yang
terekam dalam sebuah novel acap terwujud dalam bentuk konflik. Konflik tersebut
berupa konflik antartokoh yang dipaparkan pengarang melalui gayanya sendiri.
Secara umum dapat dijabarkan bahwa problem itu timbul apabila ada perbedaan
atau konflik antara keadaan atau konflik antara keadaan satu dengan yang lain
dalam rangka mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, melalui novel
terdapat pesan-pesan atau hikmah lewat gaya bahasa yang dipungut dari
kenyataan,
Gaya bahasa dalam novel
merupakan perwujudan penggunaan bahasa oleh penulis untuk
mengemukakan gambaran, gagasan, pendapat, dan membuahkan efek tertentu bagi
pembaca (Aminuddin 1997:1). Aktivitas penulisan, keberadaan diksi (pilihan
kata) merupakan unsur penting. Persoalan diksi bukan hanya menyangkut pemilihan
kata secara tepat dan sesuai, melainkan juga persoalan gaya bahasa dan
ungkapan. Hal ini dapat dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Sering
dijumpai banyak orang kurang perbendaharaan kata sehingga mengalami
kesulitan dalam mengungkapkan maksud (Wibowo 2001: 25).
Menurut Alwi et al (1991:11)
penggunaan diksi harus berdasarkan tiga tolok ukur, yakni ketepatan, kebenaran,
dan kelaziman. Memilih kata dengan tepat memungkinkan orang dengan cepat
memahami apa yang dimaksudkan. Adapun kebenaran menyangkut pelafalan,
pengejaan, atau pembentukan kata, sedangkan kelaziman adalah penggunaan bentuk
bahasa tertentu yang terjadi karena pemakaian yang berulang-ulang.
Penelitian ini merupakan bagian dari
langkah untuk memahami gaya bahasa berdasarkan jenis gaya bahasa, dominasi dan
implikasi gaya bahasa terhadap pengajaran sastra di SMA. Kenyataannya bahan
pengajaran yang disajikan guru kurang aktual. Hal ini berakibat siswa bosan,
karena guru kurang kreatif dan inovasi dalam pengajaran sastra. Seperti yang
dikemukakan oleh Muis bahwa (2007), guru harus mandiri dan kreatif. Guru harus
menyeleksi bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum
sekolahnya.
Guru dapat memanfaatkan bahan ajar
dari berbagai sumber (surat kabar, majalah, radio, televisi, internet, dsb.).
Bahan ajar dikaitkan dengan isu-isu lokal, regional, nasional, dan global agar
peserta didik nantinya mempunyai wawasan yang luas dalam memahami dan menanggapi
berbagai macam situasi kehidupan.
Sudah barang tentu bahwa tuntutan
kepada guru sebagai aktor di kelas sangat besar. Guru harus mampu mengembangkan
Kompetensi Dasar yang terdapat dalam KTSP. Sejumlah kompetensi dalam
KTSP tidak boleh dikurangi, akan tetapi dapat ditambah sesuai dengan
pengembangan materi, tuntutan lingkungan setempat.
Kenyataannya, masih ada guru dalam
mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya sastra hanya terpaku pada
buku-buku yang sudah ada di silabus, padahal banyak materi atau bahan ajar di
luar silabus, seperti buku-buku dan novel yang aktual. Bahan ajar yang lebih
aktual dapat memberikan daya tarik lebih kuat pada siswa. Apalagi teknik yang
digunakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran sangat menarik dan invovatif,
tentunya siswa dapat terimajinasi yang menyenangkan. Seperti halnya novel
dalam novel Ayat-Ayat Cinta (AAC) karya Habiburaman El Syirazy,
yang saat ini sedang menanjak pamornya, dapat dijadikan sebagai bahan.
Berkaitan dengan pembelajaran yang
ditekankan pada keterampilan berbahasa mengacu pada KTSP dapat dikemukakan dua
temuan penting, yaitu (1) pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan siswa
mencapai hasil yang diharapkan. Hal itu antara lain disebabkan: (a) guru
memiliki kemampuan yang baik dan sering memotivasi siswa; (b) guru melakukan
penilaian atas kemahiran berbahasa yang ditunjukkan siswa; (c) raw input
siswa memang baik. (2) kegiatan pembelajaran kurang efektif. Hal itu diduga
karena (a) kemahiran yang ditunjukkan siswa tidak dinilai dan (b) guru kurang
memberikan motivasi kepada siswa (Diknas 2006:45).
Dipilihnya novel AAC sebagai
sumber penelitian adalah didasarkan atas kemunculan dan kesuksesan novel AAC
karya Habiburraman El Shirazy. Beberapa pandangan yang digunakan peneliti sebagai
pendukung sumber ini antara lain pandangan menarik itu diungkapkan doktor Ilmu
Sastra Unnes, Teguh Supriyanto (Wawasan,2008) bahwa, “Dari aspek sastra,
novel ini biasa-biasa saja, tema tetap hitam-putih, yang baik menang dan yang
buruk kalah, tidak ada kejutan-kejutan sastrawi. Tetapi novel ini memang
diuntungkan faktor momen.
Ustadz H. Abu Ridho, dalam Bedah Ayat-Ayat
Cinta di Munas PKS 2005 berpandangan bahwa, “Aya-ayat Cinta
merupakan novel yang sangat bagus dan lengkap kandungannya. Ini bukan hanya
novel sastra dan novel cinta, tapi juga novel politik, novel budaya, novel
religi, novel fikih, novel etika, novel bahasa, dan novel dakwah. Sangat bagus
untuk dibaca siapa saja.” (Makalah, 2007) Hal ini juga didukung oleh pandangan
Baidan. Dalam Fenomena Ayat-ayat Cinta (2008:24)
“Nuansa Islam yang amat kental
mengukuhkan novel ini sebagai media dakwah. Banyak hikmah yang dapat dipetik,
terutama mengenai bagaimana berinteraksi dengan sesama manusia, baik muslim
maupun nonmuslim, muhrim dan bukan muhrim. Tersusun dalam bahasa yang indah dan
halus. Tiap kejadian tersusun secara kompak, satu kejadian akan berhubungan
dengan kejadian selanjutnya. Nyaris tidak ada kejadian yang sia-sia. Tiap
babnya menghadirkan kejutan-kejutan tersendiri, hingga pembaca dibuat penasaran
untuk terus mengikuti kisahnya dari awal hingga akhir….”
Tanggapan yang senada
mengagumi novel AAC karya Habiburraman El Shirazy masih banyak lagi.
Meledaknya novel karya Habiburrahman El Shirazy itu, tak sempat dikupas tuntas,
lantaran film adaptasi dari novelnya juga meledak, dan sempat mengalihkan
perhatian masyarakat. Diakui atau tidak, kesuksesan AAC adalah momentum
puncak dari sebuah aliran sastra, yakni sastra Islami.Hal lain novel AAC dipilih
sebagai sumber penelitian adalah bahasanya mudah dipahami dan mengandung sarat
gaya bahasa. Gaya bahasa yang disajikan dalam novel AAC sangat mudah
ditemukan.
Masalah yang akan diungkap dalam
pembahasan ini adalah (1) Gaya bahasa apa sajakah yang terdapat
dalam novel AAC karya Habiburraman El Shirazy? (2)
Gaya bahasa apakah yang dominan dalam novel AAC? dan (3) Bagaimana
implikasi novel AAC terhadap pengajaran sastra di SMA. Sedangkan
tujuannya adalah (1) mengidentifikasi gaya bahasa yang
terdapat dalam novel AAC,
(2) mendeskripsi gaya bahasa yang dominan dalam novel AAC, dan (3) memaparkan
implikasi novel AAC terhadap pengajaran sastra di SMA.
Penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat, yaitu bermanfaat secara teoretis dan praktis. Adapun manfaat
dalam penelitian ini secara teoretis adalah dapat dijadikan pijakan awal
dalam memahmi novel AAC. Dengan pemahaman ini pembaca semakin mudah
secara teoretis terhadap perkembangan penelitian stilistika. Pembahasan gaya
bahasa dalam novel AAC adalah satu upaya mengungkap dan menambah khasanah
bagi studi linguistik. Manfaat lainnya adalah sebagai model analisis
stilistika yakni bidang kajian tentang gaya bahasa dan deskripsi sistemis
tentang gaya bahasa.
Secara praktis, bagi para guru hasil
penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu arternatif bahan ajar
dalam pengajaran sastra di SMA. Hal ini mengingat bahwa bahan ajar yang ada di
sekolah kurang mamadai. Oleh karena itu kajian novel AAC tentunya
dapat dijadikan sebagai materi tambahan.
Hasil penelitian ini juga dapat
bermanfaat bagi guru sebagai referensi pengajaran gaya bahasa sebagai unsur
intrinsik dalam novel. Novel AAC terdapat pesan-pesan yang mulia
yang harus disampaikan kepada siswa.
Gaya bahasa menurut Pradopo
(1997:93) adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul
atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu
dalam hati pembaca. Tiap pengarang mempunyai gaya sendiri. Hal ini sesuai
dengan sifat dan kegemaran masin-masing pengarang.
Menurut Sayuti (2000:173) gaya
bahasa merupakan cara pengungkapan seorang yang khas bagi seorang pengarang.
Gaya seorang pengarang tidak akan sama bila dibandingkan dengan gaya pengarang
lainnya, karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan
erat dengan selera pribadinya dan dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang
ada di sekitarnya.
Gaya bahasa menurut Keraf (2008:113)
adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.. Kekhasan itu dipengaruhi oleh
teks yang digunakan oleh penulis/pengarang ketika menghadapi pembaca. Hal itu
dilakukan agar materi yang disajikan tidak menimbulkan salah tafsir, karena
kesalahan dalam menafsirkan menimbulkan persoalan baru.
Menurut Sudjiman (1993:19-20) gaya
bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu, oleh orang
tertentu, dan untuk maksud tertentu, sehingga dapat dipahami bahwa penggunaan
gaya bahasa mempertimbangkan ketiga hal tersebut, bahkan penggunaan gaya bahasa
itu ditentukan oleh siapa yang dituju. Hal itu menandakan bahwa memahami
konteks dan materi adalah hal utama, karena berbekal memahami hal tersebut
dapat dijadikan bekal untuk meminimalisasi kesalahpahaman dan menjauhkan dari
konflik di balik materi yang tersaji.
Aminuddin (2004:72) mengatakan bahwa
gaya bahasa pada dasarnya berhubungan erat dengan cara seseorang pengarang
dalam menampilkan gagasannya. Gagasan tersebut dituangkan dalam karya tertulis
sehingga tampak tampilan gaya bahasanya. Hal itu dapat dinyatakan bahwa setiap
penulis wacana memiliki karakter penulisan, karena setiap orang memiliki gaya
yang dilatarbelakangi oleh pengalaman, latar belakang keilmuan, dan target yang
dituju pada setiap gaya bahasanya.
Selanjutnya, menurut Suparman
(1997:73) gaya bahasa adalah pernyataan dengan pola tertentu, sehingga
mempunyai efek tersendiri terhadap pemerhati. Dengan pola materi akan
menimbulkan efek lahiriah (efek bentuk), sedangkan dengan pola arti (pola
makna) akan menimbulkan efek rohaniah.
Waridah (2008:322) berpendapat bahwa
gaya bahasa adalah gaya seseorang pada saat mengungkapkan perasaannya baik
secara lisan maupun tulis dan dapat menimbulkan reaksi pembaca berupa
tanggapan. Gaya bahasa berdekatakan dengan majas. Majas merupakan bahasa kias,
sehingga majas berada dalam gaya bahasa.
Berdasarkan keenam pendapat itu
peneliti menyimpulan bahwa gaya bahasa adalah cara pengarang
menyampaikan/mengungkapkan pikiran dan maksud dengan menggunakan media bahasa
indah. Pengungkapan itu dalam konteks tertentu, oleh orang tertentu, dan untuk
maksud tertentu, serta mampu memberikan kesan suasana yang menyentuh daya emosi
pembaca. Gaya bahasa akan mendapat reaksi yang berupa tanggapan dari
pembaca atau pendengar. Perbedaan keduanya adalah gaya bahasa merupakan gaya
seseorang mengungkapkan bahasa baik langsung maupun tidak langsung (kias),
sedangkan majas gaya bahasa yang cenderung gaya seseorang yang secara tidak
langsung (kias).
Menurut Aminuddin (1997:21)
stilistika merupakan kajian linguistik modern. Kajiannya meliputi hampir semua
fenomena kebahasaan hingga makna. Sehingga wacana (teks) dalam novel AAC
merupakan bagian dari kajian linguistik modern dan termasuk fenomena bahasa
beserta beserta makna yang dikandungnya.
Selanjutnya menurut Leech dalam
Aminuddin (1999: 27) stilistika secara sederhana dapat diartikan sebagai kajian
linguistik yang objeknya berupa gaya yaitu cara penggunaan bahasa dari
seseorang dalam konteks tertentu dan untuk tujuan tertentu.
Sementera itu menurut Wallek
(1980: 57) stilistika adalah kajian yang memusatkan perhatian pada
hal-hal yang menyimpang dari kebiasaan dari kekhusukan. Kekhususan itu dalam
penelitian ini adalah bagaimana pengarang menggunakan gaya bahasa dalam novel AAC.
Menurut Nurgiantoro (2000: 270)
stilistika ditandai dengan oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan
kata, struktur kalimat, bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi dan
lain-lain sekaligus untuk mendapatkan keindahan yang menonjol. Keindahan dalam
novel AAC bertujuan untuk mengikat pembaca sehingga mereka memahami
pesan-pesan dengan baik. Pesan pengarang sangatlah penting bagi pembaca. Tanpa
memahami pesan yang disampaikan tentunya tidak akan dapat menikmati dengan
baik.
Menurut Kutha (2007: 236) stilistika
berasal dari kata style yakni ilmu tentang gaya bahasa yang secara khusus
dikaitkan dengan karya sastra. Selanjutnya dalam analisis Kutha
stilistika meliputi semua ekspresi dan teknik yang bertujuan memberikan
penjelasan yang ada pada semua bahasa. Untuk menganalisis bentuk
stilistika dilakukan dengan cara pertama, analisis sistemis sistem
sastra/bahasa yang dilanjutkan dengan analisis, dan kedua mengamati
perbendaan antara gaya bahasa dengan bahasa yang digunakan secara umum.. Kedua
analisis tersebut bertujuan untuk memahami pandangan pengarang
dalam menuangkan ide dan memahami teks secara menyeluruh dari aspek
kebahasaan.
Pengajaran Sastra di SMA
Dunia pendidikan Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir ini diramaikan oleh pergantian kurikulum. Kurikulum
yang berlaku sampai tahun 2006 adalah Kurikulum 1994. Kurikulum ini mengalami
penyempurnaan dan hasil penyempurnaan ini adalah Kurikulum 2004 atau juga
dikenal dengan sebutan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Ketika KBK ramai
dibicarakan dan muncul buku-buku pelajaran yang disusun berdasarkan kurikulum
ini, muncul KTSP atau Kurikulum 2006 merupakan penyempurnaan dari Kurikulum
2004 atau yang juga dikenal dengan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Seperti
KBK, KTSP berbasis kompetensi.
KTSP memberikan kebebasan yang besar
kepada sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan yang sesuai dengan (1)
kondisi lingkungan sekolah, (2) kemampuan peserta didik, (3) sumber belajar
yang tersedia, dan (4) kekhasan daerah. Dalam program pendidikan ini, orang tua
dan masyarakat dapat terlibat secara aktif.
.
KTSP atau Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun,
dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan
memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum ini juga dikenal dengan sebutan
Kurikulum 2006 karena kurikulum ini mulai diberlakukan secara berangsur-angsur
pada tahun ajaran 2006/2007. Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah harus sudah
menerapkan kurikulum ini paling lambat pada tahun ajaran 2009/2010.
Upaya penyempurnaan kurikulum ini
guna mewujudkan peningkatan mutu dan relevansi pendidikan yang harus dilakukan
secara menyeluruh mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya,
yakni aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan,
kesehatan, seni dan budaya. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada
peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup yang diwujudkan melalui pencapaian
kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup serta menyesuaikan diri dan
berhasil dalam kehidupan. Kurikulum ini dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan
kebutuhan dan keadaan daerah dan sekolah. Kebutuhan itulah yang dikemas dalam
bentuk standar kompetensi.
Standar kompetensi mata pelajaran
Bahasa Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa, bahwa belajar
bahasa adalah belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar
menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa
untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis
serta menimbulkan penghargaan terhadap hasil cipta manusia Indonesia. Standar
kompetensi ini dimaksudkan agar siswa siap mengakses situasi multiglobal lokal
yang berorientasi pada keterbukaan dan kemasadepanan.
Kurikulum ini diarahkan agar siswa
terbuka terhadap beraneka ragam informasi yang hadir di sekitar kita dan dapat
menyaring yang berguna, belajar menjadi diri sendiri, dan siswa menyadari akan
eksistensi budayanya sehingga tidak tercerabut dari lingkungannya.
Standar kompetensi tersebut
disiapkan dengan mempertimbangkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara serta sastra Indonesia sebagai hasil cipta
intelektual produk budaya, yang berkonsekuensi pada fungsi mata pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai:
1.
sarana pembinaan kesatuan dan
persatuan bangsa,
2.
sarana peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya,
3.
sarana peningkatan pengetahuan dan
keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni,
4.
sarana penyebarluasan pemakaian
bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai
masalah,
5.
sarana pengembangan penalaran, dan
6.
sarana pemahaman beraneka ragam
budaya Indonesia melalui khazanah kesusasteraan Indonesia.
Secara umum tujuan pengajaran sastra adalah sebagai
berikut:
1.
Siswa mampu menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan
kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
2.
Siswa menghargai dan membanggakan
sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Kompetensi dasar yang dapat diimplikasikan dalam
pembelajaran sastra sebagai berikut.
1.
Kelas X
2.
Kelas XI
3.
Kelas XII
·
menganalisis keterkaitan unsur
intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan sehari-hari
·
mengidentifikasi karakteristik
dan struktur unsur intrinsik sastra.
·
menganalisis unsur-unsur
intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia.
·
Membandingkan unsur intrinsik
dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan dengan hikayat
·
menjelaskan unsur-unsur intrinsik
cerpen
Mengingat bahasa ajar KTSP
dikembangkan dan disusun oleh satuan pendidikan atau sekolah sesuai dengan
kondisinya masing-masing, setiap sekolah mempunyai kurikulum yang berbeda.
Dengan demikian, bahan ajar yang digunakan juga mempunyai perbedaan. Tidak ada
ketentuan tentang buku pelajaran yang dipakai dalam KTSP. Buku yang sudah ada
dapat dipakai. Karena pembelajaran didasarkan pada kurikulum yang dikembangkan
sekolah, bahan ajar harus disesuaikan dengan kurikulum tersebut. Oleh karena
itu, guru dapat menambah isi buku pelajaran yang digunakan.
Implikasi Gaya Bahasa dalam Novel
AAC terhadap Pengajaran Sastra di SMA
Dari kelima Kompetensi Dasar
(KD) dapat dikembangkan melalui novel AAC sebagai alternatif bahan ajar
novel Indonesia.. Gaya bahasa yang terdapat dalam novel AAC merupakan
bagian unsur intrinsik, sehingga gaya bahasa ini berimplikasi terhadap
pengajaran sastra di SMA. Berkaitan dengan gaya bahasa dalam novel AAC
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra untuk
mempertajam perasaan, meningkat penalaran,. dan daya imajinasi, serta
meningkatkan kepekaan terhadap masyarakat dan lingkungan hidup.
Barkaitan dengan hal itu, guru
mempunyai ciri-ciri khas dalam menyampaikan materi pelajaran di depan kelas.
Dari ciri tersebut guru mempunyai strategi yang baik dan dapat menggugah gairah
siswa untuk mengikuti pelajaran dengan baik. Tuntut inilah yang para guru
harus mereposisi bagaiamana mengajara yang baik, khususnya guru BI dalam
pengajaran sastra.
Menurut Gani (1998:294) bahwa
pengajaran sastra mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi perilkau secara
langsung.. Selanjutnya Gani mengatakan bahwa pengajaran sastra terdapat enam
wilayah respon siswa dalam proses belajara mengajara sastra yaitu:
o Penilaian
sastra, siswa menilai sastra dan kualitas estetiknya..
o Penafsiran
sastra, siswa berupaya mengungkapkan makna sebuah cerita dan motif
perwatakannya.
o Penyimpulan
sastra, siswa menyimpulkan peristiwa-peristiwa yang terkandung dalam sebuah
cipta sastra.
o Pengasosian
sastra, siswa menghubungkan pengalaman pribadinya dengan orang-orang,
tempat-tempat, dan peristiwa yang terkait dalam sebuah karya sastra.
o Pelibatan
dalam sastra, siswa mengidentifikasi dirinya dengan pengalaman-pengalaman dari
emosinya.
o Penjabaran
sastra, siswa menentukan apa yang harus dilakukan
Pengajaran
sastra termasuk dalam tiga kategori yaitu rahah kognitif, ranah, afektif, dan
ranah psikomotor. Ranah kognitif terdapat respon yang diberikan siswa berbentuk
penafsiran terhadap apa yang yang telah dibaca, sehingga ranah ini paling awal
dalam proses belajar mengajar. Guru bisa menilai siswa secara sepintas
pengetahuan yang diperoleh dari hasil membaca karya sastra. Ranah afektif
terdapat respon yang diberikan siswa atas pelibatan terhadap karya sastra yang
dibacanya, sehingga guru dapat mengetahui perubahan apa yang terjadi pada diri
siswa setelah membaca karya sastra. Ranah psikomotor terdapat respon yang
diberikan siswa bagaimana dapat menerapkan nilai-nilai karya sastra dalam
kehiudpan sehari-hari.
Teknik pengajaran sastra di SMA dan
implikasinya secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
§
Guru membatasi tujuan dalam
pengajaran sastra yaitu gaya bahasa. Implikasinya guru membimbing siswa
senantiasa mengetahui dengan jelas tujuan yang akan dipelajari. Pembiasaan ini
dapat membantu siswa berfikir kritis dan bekerja dengan konsisten dengan
pencapaian tujuan-tujuan.
§
Guru memfokuskan pada proses
belajar mengajar. Implikasinya guru mendorong siswaagar meningkatkan
keterampilan membaca pemahamannya dalam bentuk kegiatan terstruktur dan
mandiri, sehingga siswa secara tepat dapat memberikan respon dan analisisnya.
§
Guru menempatkan teks dalam satu
fokus yaitu dengan meminta hasil pencarian gaya bahasa. Implikasinya
siswa harus terlatih dalam dua hal yaitu terampil membuat catatan kecil
dari hasil analisis dan terampil membaca estetik.
§
Dalam rangka peningkatan citarasa
sastra siswa, guru perlu senantiasa kreatif meningkatkan proses berpikir
siswa. Implikasinya dalam proses diskusi hasil analisis gaya bahasa, guru
harus selalu mengikuti dengan cermat jalannya diskusi. Guru hendaknya jangan
terlalu berorientasi pada hasil diskusi, akan tetap mengaktifkan diskusi.
§
Sering kali proses pengajaran sastra
langsung mengacu pada hal yang abstrak, tanpa melalui tahapan yang konkret.
Implikasinya siswa kehilangan persepsi dalam merespon dan mengalaisis gaya
bahasa yang disajikan guru
§
Guru harus dengan sabar membimbing
siswa menemukan gaya bahasa sesuai dengan tujuan yang telah disampaikan.
Implikasinya guru hendaknya membantu siswa dengan memberikan rambu-rambu yang
praktis dan menantang
§
Pada akhir kegiatan guru membantu
siswa dalam merumuskan simpulan dari pembelajaran. Implikasinya guru mampu
mengarahkan agar simpulan yang disailkan siswa lebih baik dan terarah sesuai
dengan tujuan pengajaran.
Profesionalisme
guru sangat menentukan keberasilan belajar siswa. Menurut Hamalik (1990),
profil kemampuan dasar guru mencakupi:
a.
kemampuan menguasai bahan,
b.
kemampuan mengelola program
belajar-mengajar,
c.
kemampuan mengelola kelas,
d.
kemampuan menggunakan media dan
sumber;
e.
kemampuan menguasai landasan
pendidikan,
f.
kemampuan menilai prestasi belajar
siswa,
g.
kemampuan mengelola interaksi
belajar-mengajar, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar