BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan proses dan hasil
pembelajaran di kelas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah guru
dan siswa. Apabila guru berhasil menciptakan suasana yang menyebabkan siswa
termotivasi aktif dalam belajar akan memungkinkan terjadi peningkatan hasil
belajar. Karena dengan motivasi ini, siswa dapat tergerak dan terpacu keinginan dan kemauannya untuk
meningkatkan prestasi belajarnya.
Mata pelajaran biologi dianggap
sulit karena dalam pembelajaran biologi, guru pada umum cenderung memberikan
seluruh materi pembelajaran kepada siswa. Hal ini mengakibatkan siswa menjadi
kurang bersemangat pada saat pembelajaran berlangsung sehingga mereka tidak
aktif karena tidak ada tantangan dari guru terhadap materi yang diberikan dan
ini juga berdampak pada hasil belajar mereka yang menjadi rendah. Hal seperti
uraian di atas juga terjadi di SMAN 1 Pasaman, dimana siswa kurang aktif dan
kurang termotivasi dalam belajar.
Berdasarkan informasi yang
penulis peroleh dari salah seorang guru biologi dan beberapa orang siswa di
SMAN 1 Pasaman, dalam proses pembelajaran, guru lebih sering menggunakan metode
ceramah dan diskusi. Selain itu, siswa juga kurang berminat mengerjakan tugas,
baik tugas rumah maupun tugas di sekolah. Ini mengakibatkan, hasil belajar yang
mereka peroleh menjadi rendah dan juga kurangnya motivasi belajar dari mereka. Realita yang kurang memuaskan
tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata UH 1 mata pelajaran biologi kelas X
siswa SMAN 1 Pasaman. Dari nilai rata-rata UH 1 tersebut masih ada kelas yang
memiliki nilai yang masih berada di bawah KKM yng telah di tetapkan sekolah
yaitu 65. Ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah siswa dan
nilai rata-rata UH 1 mata pelajaran biologi kelas X SMAN 1 Pasaman tahun
pelajaran 2009/2010
No
|
Kelas
|
Jumlah
|
Nilai Rata-Rata
|
1.
|
X1
|
41 orang
|
81,54
|
2.
|
X2
|
45 orang
|
69,02
|
3.
|
X3
|
44 orang
|
63,23
|
4.
|
X4
|
44 orang
|
58,20
|
5.
|
X5
|
43 orang
|
48,12
|
6.
|
X6
|
43 orang
|
74,35
|
7.
|
X7
|
44 orang
|
60,37
|
(Sumber: Guru Biologi SMAN 1 Pasaman)
Untuk mengatasi masalah ini,
perlu diterapkan pembaharuan dalam pembelajaran biologi. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan guru untuk membantu siswanya supaya aktif dan lebih memahami
materi yang disampaikan oleh guru adalah dengan menggunakan metode dan strategi
yang tepat dalam pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Seperti disampaikan oleh Sabri (2007: 1) yang menyatakan bahwa strategi
digunakan sebagai upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang
mungkinkan terjadinya proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang sudah
ditetapkan dapat tercapai dan berhasil guna.
Salah satu metode dan strategi
yang dapat digunakan agar siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran adalah
dengan menggunakan pembelajaran aktif. Pembelajaran aktif adalah segala bentuk
pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam proses
pembelajaran itu sendiri baik dalam bentuk interaksi antar siswa maupun siswa
dengan guru (Samadhi, tanpa tahun: 2).
Pembelajaran aktif
(active learning) adalah
proses belajar dimana siswa mendapat kesempatan
untuk lebih banyak melakukan aktivitas
belajar, berupa hubungan interaktif
dengan materi pelajaran
sehingga terdorong untuk menyimpulkan pemahaman
daripada hanya sekedar menerima pelajaran
yang diberikan. Meyer dan Jones (tanpa
tahun) dalam Ramdhani (2008: 1) mengemukakan
bahwa “dalam pembelajaran aktif terjadi aktivitas berbicara dan
mendengar, menulis, membaca, dan refleksi yang menggiring ke arah pemaknaan
mengenai isi pelajaran, ide-ide, dan berbagai hal yang berkaitan dengan satu topik yang
sedang dipelajari”. Jadi, dalam pembelajaran aktif, guru lebih berperan
sebagai fasilitator bukan pemberi ilmu. Pada pembelajaran aktif ini, siswa tidak hanya belajar sendiri
tetapi mereka dapat
belajar dengan pendampingan
guru selaku instruktur atau teman sekelasnya. Salah satu tipe
pembelajaran aktif ini adalah Bowling Campus.
Pada penelititan sebelumnya mengenai
pembelajaran aktif tipe Bowling Campus yang diteliti oleh Pitriana
(2009: 42) ini dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Berdasarkan
hasil penelitiannya menyatakan bahwa pembelajaran yang menggunakana
pembelajaran aktif tipe Bowling Campus menunjukkan bahwa rata-rata hasil
belajar biologi siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol.
Tingginya rata-rata hasil belajar ini dikarenakan dalam proses pembelajaran
aktif tipe Bowling Campus, siswa lebih aktif dan antusias dalam mengikuti
pembelajaran, siswa menyenangi pembelajaran yang diberikan karena bersifat
permainan.
Pembelajaran aktif tipe Bowling
Campus merupakan alternatif peninjauan ulang materi dengan cara adu
kecepatan dalam menjawab pertanyaan dalam bentuk permainan. Siswa dapat
mengingat kembali materi yang telah dipelajarinya dengan baik, memungkinkan
siswa untuk berpikir tentang hal-hal yang dipelajari, berkesempatan berdiskusi
dengan teman dan berbagi pengetahuan yang diperoleh. Menurut Silberman tentang
pembelajaran aktif tipe Bowling Campus (2006: 249) adalah Salah satu
cara yang pasti untuk membuat pembelajaran tetap melekat dalam pikiran adalah
dengan mengalokasikan waktu untuk meninjau kembali apa yang telah dipelajari.
Materi yang telah dibahas oleh siswa cenderung lima kali lebih melekat di dalam
pikiran dibandingkan materi yang tidak dibahas oleh siswa. Itu karena pembahasan
kembali memungkinkan siswa untuk memikirkan kembali informasi tersebut dan
menemukan cara untuk menyimpannya di dalam otak.
Untuk meningkatkan keefektifan
pembelajaran aktif tipe Bowling Campus ini, dapat dilakukan dengan
pemberian tugas kepada siswa. Ada beberapa macam tugas yang dapat diberikan
kepada siswa, salah satunya adalah tugas rumah. Tugas rumah yang akan diberikan
tersebut adalah berupa tugas membuat pertanyaan tentang materi yang akan
dipelajari disertai dengan jawabannya. Pertanyaan yang dibuat tersebut berupa
pertanyaan (soal) berbentuk uraian. Tugas yang diberikan ini berfungsi untuk
menggali pengetahuan awal siswa sebelum materi dijelaskan dan didiskusikan di
kelas. Tugas ini juga berfungsi untuk mengaktifkan siswa agar pada saat proses
pembelajaran berlangsung, siswa tidak pasif karena sebelumnya siswa sudah
mempelajari materi tersebut di rumah dengan membuat pertanyaan tentang materi
yang akan dipelajari di sekolah nantinya.
Menggunakan pembelajaran aktif
tipe Bowling Campus disertai tugas rumah diharapkan akan lebih baik dan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa jika dibandingkan dengan hanya
menggunakan pembelajaran aktif tipe Bowling Campus saja. Karena dengan adanya tugas ini, siswa membaca
dan mempelajari materi yang akan dibahas di sekolah nantinya. Jika siswa telah
mempelajari materi di rumah, maka waktu diskusi akan lebih efektif karena
materi yang dibahas adalah materi penting yang harus dikuasai siswa dan materi
yang lainnya dapat dipelajari oleh siswa secara mandiri, sehingga ketika model
pembelajaran aktif tipe Bowling Campus ini dilakukan maka proses pembelajaran
akan menjadi lebih efektif. Pada penelitian sebelumnnya, model pembelajaran ini
menjadi kurang efektif karena banyak waktu yang terpakai ketika diskusi
sehingga waktu yang bersisa kurang untuk
melaksanakan pembelajaran aktif tipe Bowling Campus menjadi kurang.
Berdasarkan uraian di atas,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan pembelajaran aktif tipe
Bowling Campus disertai tugas rumah terhadap hasil belajar biologi siswa
kelas X siswa SMAN 1 Pasaman tahun pelajaran 2009/2010.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah yang dikemukan di atsa, dapat diidentifikasi beberapa masalah dalam
penelitian ini antara lain:
1. Guru cenderung menggunakan metode secara
monoton dalam menyampaikan materi pelajaran sehingga siswa kurang aktif dan
tidak termotivasi dalam proses pembelajaran sehingga masih ada hasil belajar
siswa yang masih rendah.
2. Motivasi siswa masih rendah untuk
meningkatkan hasil belajar karena siswa belajar hanya mengharapkan penjelasan
dari guru.
3. Banyak siswa beranggapan bahwa pelajaran
biologi itu adalah mata pelajaran hafalan sehingga siswa tidak bisa memahami
materi secara mendalam.
4. Model pembelajaran Bowling Campus
yang pernah diterapkan tetapi masih kurang efektif karena waktu yang untuk
pembelajaran kurang.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah yang dikemukakan di atas dan agar penelitian ini lebih terarah, maka
peneliti membatasi masalah penelitian yang hanya mencakup model pembelajaran aktif
dan hasil belajar. Secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah
model pembelajaran aktif tipe Bowling Campus. Diharapkan dengan
menggunakan model pembelajaran tipe Bowling Campus ini siswa lebih aktif
dan termotivasi dalam proses pembelajaran.
2. Pemberian tugas rumah yang akan dilakukan
adalah berupa tugas membuat pertanyaan berbentuk uraian yang disertai dengan
jawabannya, yang diharapkan dapat membuat siswa lebih aktif dalam proses
pembelajaran dan juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Ada tiga ranah hasil belajar yaitu ranah
kognitif, ranah psikomotor, dan ranah afektif namun dalam penelitian ini
peneliti hanya melihat hasil belajar dari ranah kognitif yang diperoleh dari
hasil tes pada akhir penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas X
di SMAN 1 Pasaman.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini yaitu:”Apakah terdapat pengaruh penggunaan pembelajaran aktif
tipe Bowling Campus disertai tugas rumah terhadap hasil belajar biologi
kelas X Siswa SMAN 1 Pasaman tahun pelajaran 2009/ 2010?”
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penggunaan pembelajaran aktif tipe Bowling Campus disertai
tugas rumah terhadap hasil belajar biologi kelas X Siswa SMAN 1 Pasaman tahun
pelajaran 2009/2010.
F. Asumsi
Landasan pemikiran yang
dijadikan asumsi dasar penelitian ini adalah:
1. Semua siswa mempunyai kesempatan yang sama
dalam proses pembelajaran.
2. Semua siswa memiliki sarana belajar atau
buku yang sama berupa buku pegangan.
3. Tugas rumah membuat pertanyaan bentuk
uraian yang disertai jawabannya dapat dilaksanakan siswa.
G. Kegunaan Penelitian
Setiap penelitian diharapkan
bermanfaat bagi kemajuan pendidikan dimasa datang. Demikian juga dengan yang
penulis laksanakan ini, diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1. Bahan pertimbangan bagi pihak yang terkait
dalam pengembangan metode dan model pembelajaran.
2. Bahan masukan bagi badan perencanaan
pendidikan dalam penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di masa akan
datang.
3. Sebagai informasi bagi guru dan calon guru
biologi SMAN 1 Pasaman khususnya dan para guru secara umum dalam memilih metode
dan strategi pembelajaran.
H. Definisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan
terhadap beberapa istilah maka perlu dijelaskan beberapa hal:
1. Pembelajaran aktif tipe Bowling Campus
disertai tugas rumah merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan
aktif dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian ini, pembelajaran aktif tipe Bowling
Campus dilakukan dalam bentuk permainan adu kecepatan dan keterampilan
dalam menjawab pertanyaan yang peneliti berikan dalam waktu yang telah
ditentukan. Siswa yang mendapat kesempatan menjawab adalah siswa yang pertama
kali mengacungkan kartu indeksnya. Kartu indeks ini digunakan sebagai tempat
mencatat point setiap jawaban benar yang dijawab oleh siswa.
2. Model pembelajaran aktif disertai tugas
rumah yang diberikan pada siswa berfungsi agar pembelajaran menjadi lebih
efektif lagi karena siswa sebelumnya telah membaca dan mempelajari materi
pelajaran yang akan dibahas di sekolah. Tugas rumah yang dibuat oleh siswa
berupa tugas membuat pertanyaan tentang materi yang akan dipelajari yang
disertai jawabannya. Pertanyaan (soal) yang dibuat oleh anak didik berupa soal
bentuk uraian.
3. Hasil belajar adalah sesuatu yang
diperoleh, dikuasai oleh siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Hasil belajar
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar Biologi yang dilihat
dari segi penguasaan materi pelajaran (kemampuan kognitif). Hasil belajar ini
diperoleh dari tes pada akhir penelitian. Materi pelajaran yang diberikan dalam
penelitian ini adalah Ekosistem.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Proses Pembelajaran
Biologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu mengenai makhluk hidup.
Pada mata pelajaran biologi yang merupakan bagian dari bidang sains, menuntut
kompetensi belajar pada ranah pemahaman tingkat tinggi yang komprehensif (Wena,
2009: 67). Jadi, Proses pembelajaran biologi merupakan suatu kegiatan
interaktif yang bernilai edukatif yang terjadi antara guru dengan siswa dan
antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan lingkungannya. Interaksi yang
bernilai edukatif ini berfungsi untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan
sebelum pembelajaran dilakukan.
Pembelajaran
merupakan kegiatan yang sangat penting dalam menentukan tujuan dari suatu
pendidikan. Menurut Hilgard dan Bower (1987) dalam Jogiyanto (2006:12) pembelajaran
adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena reaksi dari situasi yang
dihadapi oleh seseorang. Dapat diartikan bahwa, proses pembelajaran itu terjadi
karena pengalaman yang pernah dihadapi. Perubahan ini dimaksudkan untuk dapat
membuat seseorang belajar.
Proses
pembelajaran merupakan kegiatan yang sangat penting dalam menentukan pencapaian
tujuan dari suatu pendidikan di sekolah. Pembelajaran merupakan segala daya dan
upaya untuk dapat membuat seseorang belajar (Lufri, 2007: 10). Belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku individu yang terjadi akibat interaksi
dengan lingkungannya. Belajar merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan
dengan melakukan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh.
Belajar
adalah suatu proses untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman seseorang dalam interaksi dengan
lingkungannya (Slameto, 2003: 2). Belajar merupakan kegiatan yang penting yang
dilakukan setiap orang secara maksimal
untuk menguasai dan memperoleh sesuatu. Menurut Sadiman, dkk (2006: 2), belajar
adalah proses yang komplek, yang terjadi pada semua orang dan berlangsung
seumur hidup. Salah satu tanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya
perubahan tingkah laku dalam dirinya, perubahan tingkah laku tersebut menyangkut
perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor)
maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).
Menurut
Purwanto (2007: 84-85) ada beberapa elemen yang penting yang
mencirikan pengertian belajar, yaitu:
1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam
tingkah laku.
2. Belajar merupakan suatu perubahan yang
terjadi melalui latihan atau pengalaman.
3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan
itu harus relatif mantap.
4. Tingkah laku yang mengalami perubahan
karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis.
Pendapat
Purwanto di atas didukung oleh Sabri (2007: 19) yang menyatakan bahwa “Belajar
adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan pelatihan”. Artinya
tujuan kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliput segenap aspek pribadi.
Gagne
(tanpa tahun) dalam Dimyati (2002: 38) memandang kondisi internal belajar dan
kondisi eksternal belajar yang bersifat interaktif. Oleh karena itu, guru
seyogyanya bisa mengatur acara pembelajaran yang sesuai dengan fase-fase
belajar dan hasil belajar yang dikehendaki. Piaget (tanpa tahun) dalam Dimyati
(2002: 38) memandang belajar sebagai perilaku berinteraksi antara individu
dengan lingkungan sehingga terjadi perkembangan intelek individu. Ada empat
fase perkembangan intelektual seseorang, diantaranya adalah fase operasi
formal, dimana siswa telah dapat berpikir abstrak sebagai orang dewasa. Oleh karena
itu, ia menyarankan empat langkah acara pembelajaran, yang didalamnya terdapat
kegiatan prediksi, eksperimentasi, dan eksplanasi.
Proses
pembelajaran akan berlangsung lancar dan baik jika masing-masing komponen
menyadari tugas dan tanggung jawabnya. Guru dan siswa harus tahu apa yang
menjadi tugas mereka masing-masing. Antara guru dan siswa juga terdapat
hubungan atau komunikasi dan saling mempengaruhi. Belajar yang terjadi pada
individu merupakan perilaku kompleks, tindak interaksi antara guru dan siswa
yang bertujuan (Dimyati, 2002: 39). Guru tidak hanya sebagai pemberi ilmu
tetapi juga sebagai fasilitator pembelajaran. Sebagai fasilitator pembelajaran,
guru harus paham dengan konsep pembelajaran baik dari segi psikologinya,
lingkungan dan cara-cara atau metode dalam pembelajaran, sehingga cara-cara
yang digunakan dalam pembelajaran tersebut cocok dan mengacu pada usaha
pencapaian tujuan pendidikan. Begitu juga dengan siswa memiliki tanggung jawab
untuk menguasai dan memperoleh pengetahuan baru untuk kemajuan dan perubahan
tingkah lakunya menuju arah yang lebih baik.
Dalam
melaksanakan tugasnya sebagai fasilitator pembelajaran, seorang guru harus
mengacu pada tujuan akhir proses pembelajaran itu. Di sekolah, guru hendaknya
dapat menggunakan strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang banyak
melibatkan siswa, sehingga siswa dapat aktif untuk belajar.
2. Pembelajaran Aktif Tipe Bowling Campus
Selama ini
proses pembelajaran lebih sering diartikan sebagai guru menjelaskan materi
pelajaran dan siswa mendengarkan secara pasif. Namun telah banyak ditemukan
bahwa kualitas pembelajaran akan meningkat jika para siswa peserta proses
pembelajaran memperoleh kesempatan yang luas untuk bertanya, berdiskusi, dan
menggunakan secara aktif pengetahuan baru yang diperoleh. Karena dengan cara
ini, diketahui pula bahwa pengetahuan baru tersebut cenderung untuk dapat
dipahami dan dikuasai secara lebih baik (Samadhi, tanpa tahun: 1).
Pembelajaran
tidak hanya menekankan pada apa yang diajarkan tetapi juga bagaimana mengajarkannya.
Banyak cara, metode atau model pembelajaran yang dapat dipergunakan dalam
proses pembelajaran. Supaya pembelajaran mengena, maka metode atau model
pembelajaran perlu dipilih dengan tepat.
Secara
umum, metode pembelajaran dapat dibagi menjadi metode pasif dan metode aktif.
Metode pasif yaitu metode pembelajaran satu arah dari guru ke siswa. Metode ini
merupakan metode pembelajaran tradisional yang sering disebut lecturing.
Metode aktif mendorong siswa untuk aktif berdiskusi di dalam kelas (Jogiyanto,
2006: 23).
Pembelajaran aktif
(active learning) adalah
proses belajar dimana siswa mendapat kesempatan
untuk lebih banyak melakukan aktivitas
belajar, berupa hubungan interaktif
dengan materi pelajaran
sehingga terdorong untuk menyimpulkan pemahaman
daripada hanya sekedar menerima pelajaran
yang diberikan (Ramdhani, 2008: 1). Ini juga diungkapkan oleh Samadhi
(tanpa tahun: 2) yang mendukung pendapat Ramdhani bahwa pembelajaran aktif
adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan secara aktif
dalam proses pembelajaran itu sendiri baik dalam bentuk interaksi antar siswa
maupun siswa dengan guru dalam proses pembelajaran tersebut.
Menurut
Ramdhani (2008: 2) banyak riset yang
menunjukkan bahwa dibandingkan
dengan pembelajaran
tradisional (belajar satu
arah), pembelajaran aktif
ini memberikan peluang bagi siswa untuk dapat menyerap lebih banyak
materi pelajaran, mengingat dan memahami lebih lama, dan yang terpenting adalah
menyukai aktivitas belajar itu sendiri. Fink (2003) dalam Ramdhani (2008: 2)
menyarankan bahwa siswa harus melakukan hal yang lebih daripada
sekedar mendengarkan. Pada pembelajaran aktif, siswa tidak belajar
sendiri tetapi mereka
dapat belajar dengan
pendampingan guru selaku
instruktur atau teman sekelasnya.
Meyer dan Jones
(1993) dalam Ramdhani (2008: 1) mengemukakan
bahwa pada pembelajaran aktif
juga terjadi aktivitas berbicara dan mendengar, menulis, membaca, dan refleksi
yang menggiring ke arah pemaknaan mengenai isi pelajaran, ide-ide, dan berbagai
hal yang berkaitan dengan satu topik
yang sedang dipelajari. Pada pembelajaran
aktif, guru lebih berperan sebagai fasilitator bukan pemberi ilmu.
Menurut
Bonwell (tanpa tahun) dalam Samadhi (tanpa tahun: 2), pembelajaran aktif
memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Penekanan proses pembelajaran bukan pada
penyampaian informasi oleh guru melainkan pada pengembangan keterampilan
pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas.
2. Siswa tidak hanya belajar secara pasif
tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi pelajaran.
3. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan
sikap-sikap berkenaan dengan materi pelajaran.
4. Siswa lebih banyak dituntut untuk berpikir
kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi.
5. Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi
pada proses pembelajaran.
Di samping
karakteristik tersebut di atas, secara umum suatu proses pembelajaran aktif
memungkinkan diperolehnya beberapa hal. Pertama, interaksi yang timbul selama
proses pembelajaran akan menimbulkan positive interdependence dimana
konsolidasi pengetahuan yang dipelajari hanya dapat diperoleh secara
bersama-sama melalui eksplorasi aktif dalam belajar. Kedua, setiap individu
harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan guru harus dapat mendapatkan
penilaian untuk setiap siswa sehingga terdapat individual accountability.
Ketiga, proses pembelajaran aktif ini agar dapat berjalan dengan efektif
diperlukan tingkat kerjasama yang tinggi sehingga akan memupuk social skills.
Pembelajaran
dengan metode aktif dapat meberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
dirinya sendiri dengan aktif berinteraksi di kelas tidak hanya sebagai
pendengar saja. Salah satu contoh model pembelaran aktif adalah model
pembelajaran aktif tipe Bowling Campus (Silberman, 2006: 261).
Model
pembelajaran aktif tipe Bowling Campus merupakan alternatif dalam
peninjauan ulang materi. Model pembelajaran tipe ini memungkinkan guru
mengevaluasi penguasaan materi pelajaran siswa, dan bertugas menguatkan,
menjelaskan, dan mengikhtisarkan poin-poin utama materi pelajaran. Menurut
Silberman (2006:261-262) langkah-langkah atau prosedur dalam model
pembelajaran aktif tipe Bowling Campus adalah sebagai berikut:
1. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok
yang beranggotakan tiga atau empat orang siswa
2. Memberi setiap siswa sebuah kartu indeks.
Siswa akan mengacungkan kartu mereka untuk menunjukkan bahwa mereka ingin
mendapatkan kesempatan menjawab pertanyaan.
3. Menjelaskan aturan untuk permainan yang
akan diadakan:
a. Acungkan kartu indeks jika ingin menjawab
pertanyaan.
b. Kartu indeks dapat diacungkan sebelum
pertanyaan selesai dibacakan jika siswa sudah tahu jawabannya.
c. Tim menilai satu angka untuk tiap jawaban
anggota yang benar
d. Jika jawaban yang diberikan salah, maka
tim lain dapat mengambil alih untuk menjawab .
4. Setelah semua pertanyaan diajukan,
jumlahkan skor dan diumumkan pemenangnya.
5. Meninjau materi yang belum jelas atau yang
memerlukan penjelasan lebih lanjut berdasarkan jawaban pada permainan.
Pada
penelitian ini, pembelajaran aktif tipe Bowling Campus dilaksanakan setelah
siswa mengumpulkan laporan kelompoknya. Pada penelitian ini juga siswa akan
diberi tugas rumah sebelum pembelajaran dilaksanakan. Tugas rumah ini berfungsi
untuk menggali pengetahuan awal siswa sehingga pembelajaran aktif tipe Bowling
Campus ini dapat lebih efektif. Tipe pembelajaran aktif ini dapat memberi
pengaruh yang baik bagi siswa dalam mengukur kemampuan sendiri atau kelompok,
kekurangan, kekeliruannya terhadap konsep yang mereka pelajari dan selanjutnya
berusaha memperbaiki hasil belajarnya dengan bantuan dan bimbingan dari guru.
Pembelajaran
aktif tipe Bowling Campus ini dapat dimodifikasi. Langkah-langkah yang peneliti
modifikasi tersebut adalah:
a. Guru membagi kelompok belajar siswa.
b. Guru memberi nomor atau nama tiap kelompok.
c. Guru membagikan kartu indeks untuk setiap
siswa.
d. Guru membagikan bahan ajar kepada tiap
kelompok siswa.
e. Guru membagikan Lembar Diskusi Siswa.
f. Siswa disuruh untuk membuat laporan
diskusi kelompok.
g. Melaksanakan pembelajaran aktif tipe Bowling
Campus.
3. Metode Pemberian Tugas
Ada
beberapa metode yang digunakan dalam pembelajaran, salah satunya adalah metode
pemberian tugas atau penugasan. Pembelajaran dengan menggunakan metode pemberian
tugas berarti guru memberi tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan
belajar. Menurut Lufri (2007: 37) metode pemberian tugas merupakan metode yang
menugaskan kepada siswa untuk mengerjakan sesuatu dengan tujuan memantapkan,
mendalami, dan memperkaya materi pelajaran. Tugas yang diberikan kepada siswa
juga dapat berfungsi sebagai alat untuk menemukan suatu pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang relevan dengan tujuan pembelajaran yang sudah
ditetapkan.
Metode pemberian
tugas ini dapat mengembangkan kemandirian siswa, merangsang untuk belajar lebih
banyak, membina disiplin ,dan tanggung jawab siswa, serta membina kebiasaan
mencari dan mengolah sendiri informasi (Rustaman, 2003: 128). Tugas yang
diberikan oleh guru kepada anak didik dalam metode pemberian tugas ini dapat
dilakukan seperti: guru menyuruh anak didik membaca, membuat makalah, membuat
kliping, membuat ringkasan, membuat tugas presentasi, tugas observasi, dan
sebagainya (Lufri, 2007: 37).
Metode pemberian
tugas ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode pemberian
tugas menurut Lufri (2007: 37-38)adalah:
1. Pengetahuan yang diperoleh anak didik dari
hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama (mempunyai retensi yang
lama).
2. Anak didik berkesempatan memupuk
perkembangan dan keberanian mengambil insiatif, bertanggunf jawab dan mandiri.
3. Materi yang belum sempat dibahas dapat
ditugaskan untuk belajar sendiri.
4. Anak didik dapat menemukan hal-hal yang
baru yang mungkin guru juga belum mengetahuinya.
5. Dengan metode tugas ini dapat mengoptimalkan
anak belajar.
Tugas tidak
sama dengan pekerjaan rumah, tetapi jauh lebih luas dari itu. Tugas dapat
dilaksannakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan, dan tempat lainnya. Metode
pemberian tugas merangsang anak aktif belajar baik secara individual maupun
secara kelompok. Oleh karena itu tugas dapat diberikan secara individual atau
secara kelompok (Sabri, 2007: 56).
4. Tugas Rumah
Pada
pemberian tugas, guru harus jelas dalam mendeskripsikan tugas untuk siswa.
Misalnya, jika tugas harus diselesaikan oleh kelompok, sebaiknya guru juga
mendeskripsikan tugas untuk anggota kelompok untuk menghindari adanya siswa
yang tidak aktif. Sebaiknya tiap anggota kelompok melaporkan hasil yang dibuatnya
sendiri disamping ada hasil yang merupakan laporan kelompok.
Untuk tugas
yang diberikan oleh guru jangan sampai menjadi beban berat bagi siswa atau merasa terpaksa melakukan
tugas tersebut, apalagi mereka tidak tahu manfaat tugas yang dilakukan. Oleh
karena itu, guru harus merancang tugas sebaik mungkin sehingga mereka merasakan
manfaat yang besar dari tugas yang dilakukan. Setiap tugas yang dibuat anak
didik harus dihargai oleh guru, diberikan umpan balik, misalnya dikoreksi,
dikomentari, dan dinilai. Di samping itu, tugas yang diberikan kepada anak didik harus jelas dan
petunjuk-petunjuk yang diberikan harus terarah.
Tugas yang
diberikan oleh guru dapat berupa tugas rumah. Menurut Winkel (1987: 182), tujuan
guru memberi tugas rumah dapat bermacam-macam, antara lain supaya siswa dapat
terlatih, mengolah kembali materi pelajaran, belajar membagi waktu dengan baik,
belajar teknik-teknik studi yang efektif dan efisien, menggali pengetahuan awal
siswa sebelum dilaksanakan pembelajaran di sekolah, dan lain-lain. Diupayakan
dengan adanya pemberian tugas rumah ini dapat mengembangkan kreativitas dan
rasa tanggung jawab serta kemandirian siswa.
Menurut
Nasution (2008: 202) tugas rumah dianggap sebagai bagian yang penting dari
pengajaran di SD maupun di pendidikan yang lebih tinggi. Tugas rumah
bermacam-macam bentuknya.
- Tugas rumah sebagai belajar sendiri, misalnya mempelajari satu bab dari buku pelajaran, menterjemahkan bahasa asing, membaca dan menghafal sajak, dan sebagainya.
- Tugas rumah sebagai latihan, misalnya membuat soal matematika dan fisika yang sudah dipelajari aturan-aturan dan prinsip-prinsipnya.
- Tugas rumah juga dapat pula berbentuk “proyek” yakni ditugaskan mengumpulkan sejumlah bahan yang berhubungan dengan suatu masalah untuk menyusun suatu laporan, membuat percobaan, atau demonstrasi.
Pada
umumnya tugas rumah dipandang sebagai unsur yang penting dalam pengajaran.
Hasil belajar siswa banyak ditentukan sampai mana siswa melakukan pekerjaan rumahnya
dengan baik dan jujur. Fungsi tugas rumah yang terpenting adalah mendorong
siswa belajar sendiri.
5. Hasil Belajar
Hasil
belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan proses belajar.
Belajar merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan manusia sehingga terjadi
perubahan tingkah laku pada dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut adalah
hasil belajar. Seseorang yang belajar mengharapkan hasil belajar, berupa
perubahan tingkah laku, pengetahuan, dan keterampilan yang bisa diterapkan dalam
kehidupan. Bagi siswa, hasil belajar adalah gambaran untuk mengetahui apakah
dirinya berhasil atau gagal dalam mempelajari suatu materi pembelajaran.
Menurut
Sudjana (2004: 22), “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Horward Kingsley (tanpa
tahun) dalam Sudjana (2004: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (1)
keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, dan (3) sikap dan
cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang
telah ditetapkan dalam kurikulum.
Sedangkan
Gagne (tanpa tahun) dalam Sudjana (2004:22) membagi lima kategori hasil
belajar, yakni:
1. informasi verbal,
2. keterampilan intelektual,
3. strategi kognitif,
4. sikap,
5. keterampilan motoris.
Pada sistem
pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun
tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom
yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotoris (Sudjana, 2004: 22).
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah
yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom (tanpa tahun) dalam
Sudijono (2008: 49-50), segala upaya menyangkut aktivitas otak adalah
termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitf itu terdapat enam jenjang
proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjanh tertinggi.
Keenam jenjang tersebut adalah: (1) pengetahuan atau knowledge, (2)
pemahaman atau comprehension, (3) penerapan atau application, (4)
analisis atau analysis, (5) sintesis atau synthesis, dan (6)
penilaian atau evaluation.
b. Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah
yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap
seseorang dapat diramalkan perubahan nya bila seseorang telah memiliki
penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif ini oleh Krathwohl dan
kawan-kawan (tanpa tahun) dikelompokkan menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima
jenjang, yaitu (1) receiving yaitu menerima atau memperhatikan, (2) responding
yaitu menanggapi, (3) valuing yaitu menilai atau menghargai, (4) organization
yaiti mengatur dan mengorganisasikan,
dan (5) characterization by a value or value complex yaitu karakterisasi
dengan suatu nilai atau komplek nilai (Sudjana, 2008: 54-56).
c. Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor adalah ranah
yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak
setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.hasil belajar ranah
psikomotori dikemukakan oleh Simpson (tanpa tahun) dalam Sudijono (2008: 57-58) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk
keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar
psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajr kognitif dan
afektif. Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar
psikomotor apabila siswa telah menunjukkan periaku atau perbuatan tertentu
sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan afektifnya.
B. Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan
kajian teori yang telah dikemukakan, kerangka konseptual dalam penelitian ini
adalah:
C. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan
rumusan masalah, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: “Pembelajaran
aktif tipe Bowling Campus
disertai tugas rumah berpengaruh positif terhadap hasil belajar Biologi
kelas X siswa SMA N 1 Pasaman tahun pelajaran 2009/ 2010”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan
adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang
mengadakan perlakuan (manipulasi) terhadap variabel penelitian (variabel
bebas), dan kemudian mengamati konsekuensi perlakuan tersebut terhadap objek
penelitian (variabel terikat). Model rancangan penelitian yang akan digunakan adalah
Control Group Posttest Only Design yang disajikan pada tabel berikut:
Tabel 2. Rancangan penelitian
Kelas
|
Perlakuan
|
Posttest
|
Eksperimen
|
X
|
T2
|
Kontrol
|
-
|
T2
|
Sumber: Lufri (2007: 69-70)
Keterangan:
X : Perlakuan
yang akan diberikan kepada kelas eksperimen dengan menggunakan pembelajaran
aktif tipe Bowling Campus disertai Tugas Rumah.
- : Tidak
diberi perlakuan, pembelajaran tanpa menggunakan pembelajaran aktif tipe Bowling
Campus disertai Tugas Rumah.
T2 : Tes
akhir yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 1 Pasaman yang tersebar
pada tujuh kelas, yaitu dari kelas X1, X2, X3,
X4, X5, X6, dan X7.
2. Sampel
Sebelum
dilakukan pengambilan sampel, peneliti melakukan uji Anova terlebih
dahulu terhadap nilai UH 1 Biologi. Sampel diambil dari kelas-kelas yang memiliki
keragaman sama pada nilai rata-rata UH 1 Biologi pada semester satu. Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Simple
random sampling adalah pengambilan sampel yang dilakukan secara acak
(Lufri, 2007: 83 ). Langkah-langkah
dalam pengambilan sampel penelitian adalah:
a. mengambil nilai UH 1 mata pelajaran
Biologi semester satu setiap siswa yang terdaftar di kelas X SMAN 1 Pasaman
Tahun Pelajaran 2009/2010
b. mengelompokkan nilai siswa sesuai dengan
kelas yang ditempati
c. menghitung nilai rata-rata UH 1 mata pelajaran Biologi tiap kelas
d. melakukan uji Anova pada ketujuh kelas
e. jika hasil uji Anova homogen, maka
dapat diambil dua kelas secara acak sebagai kelas sampel.
f. jika hasil uji Anova menyatakan
bahwa populais tidak berasal dari sumber keragamana yang sama, maka dilakukan
uji lanjut
g. uji lanjut dilakukan dengan menggunakan
uji DMRT terhadap semua kelas yang menjadi populasi
h. dari hasil uji lanjut akan didapatkan
beberapa kelas yang berasal dari sumber keragaman yang sama
i.
selanjutnya
kelas sampel ditentukan secara acak.
Tabel 3. Jumlah siswa dan
nilai rata-rata UH 1 mata pelajaran biologi kelas X SMAN 1 Pasaman tahun
pelajaran 2009/2010
No
|
Kelas
|
Jumlah
|
Nilai Rata-Rata
|
1.
|
X1
|
41 orang
|
81,54
|
2.
|
X2
|
45 orang
|
69,02
|
3.
|
X3
|
44 orang
|
63,23
|
4.
|
X4
|
44 orang
|
58,20
|
5.
|
X5
|
43 orang
|
48,12
|
6.
|
X6
|
43 orang
|
74,35
|
7.
|
X7
|
44 orang
|
60,37
|
(Sumber: Guru Biologi SMAN 1 Pasaman)
Berdasarkan
uji Anova yang telah dilakukan, populasi tidak berasal dari sumber
keragaman yang sama. Dari uji lanjut, kelas yang berasal dari sumber keragaman
yang sama adalah kelas X3, X4, dan X7.
Selanjutnya secara acak dipilih dua kelas yang menjadi kelas sampel yaitu kelas
X3 dan X7.
C. Variabel dan Data
1. Variabel
Penelitian ini terdiri dari 2
variabel yaitu variabel bebas dan varibel terikat.
a. Variabel bebas pada penelitian ini adalah
perlakuan yang diberikan kepada siswa. Perlakuan yang diberikan yaitu
pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran aktif tipe Bowling Campus
disertai Tugas Rumah.
b. Varibel terikat adalah hasil belajar siswa
yang diperoleh setelah perlakuan diberikan.
2. Data
a. Jenis Data
Data yang diperlukan adalah data
primer. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil belajar siswa
setelah diberikan tes pada akhir penelitian.
b. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian
adalah siswa kelas X SMAN 1 Pasaman Tahun Pelajaran 2009/ 2010 yang menjadi
sampel dalam penelitian ini.
D. Prosedur Penelitian
Secara umum, prosedur
penelitian dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan, dan tahap pengumpulan dan analisis data.
1. Tahap Persiapan
a. Membuat proposal penelitian
b. Menentukan tempat dan jadwal penelitian
c. Membuat surat izin penelitian
d. Menentukan populasi dan sampel
e. Menentukan kelas eksperimen dan kelas
kontrol
f. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
g. Mempersiapkan media dan evaluasi yang akan
digunakan dalam penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Perlakuan yang diberikan pada
kelas sampel dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini:
Tabel 4. Tahapan pelaksanaan penelitian
Kelas Eksperimen
|
Kelas Kontrol
|
1
|
2
|
Pra Pendahuluan
1.
Mengisi
Absen Siswa.
2.
Meyuruh
siswa mengumpulkan
|
Pra Pendahuluan
1.
Mengisi
Absen Siswa.
2.
Menanyakan
pada siswa tentang
|
1
|
2
|
tugas rumah yang telah diberikan pada pertemuan
sebelumnya (tugasnya berupa membuat pertanyaan yang disertai jawabannya
tentang materi yang akan dipelajari pada hari itu).
3.
Pada
kelas eksperimen, satu kali pertemuan menggunakan satu LDS, kegiatannya
sebagai berikut:
|
Materi yang telah dibaca di rumah
3.
Pada
kelas kontrol, satu kali pertemuan menggunakan satu LDS, kegiatannya sebagai
berikut:
|
a.
Pendahuluan
1.
Guru
mengemukakan apersepsi dan meminta siswa menghubungkan keterkaitan pelajaran
yang lalu dengan pelajaran yang akan dipelajari.
2.
Guru
memotivasi siswa mengenai pokok bahasan kemudian guru memberikan topik-topik
yang akan dipelajari melalui bahan ajar.
3.
Guru
menjelaskan model pembelajaran yang akan digunakan yaitu pembelajaran aktif
menggunakan tipe Bowling Campus.
|
a.
Pendahuluan
1.
Guru
mengemukakan apersepsi dan meminta siswa menghubungkan keterkaitan pelajaran
yang lalu dengan pelajaran yang akan dipelajari.
2.
Guru
memotivasi siswa mengenai pokok bahasan kemudian guru memberikan topik-topik
yang akan dipelajari melalui bahan ajar.
3.
Guru
menjelaskan metode pembelajaran yang akan digunakan yaitu dengan metode
ceramah dan diskusi.
|
a.
Kegiatan
Inti
1.
Guru
membagi siswa menjadi beberapa kelompok diskusi yang beranggotakan 4-5 orang siswa.
2.
Guru
membagikan bahan ajar kepada siswa.
3.
Guru
memberikan materi pelajaran secara umum. Materi yang akan diberikan lebih
ditekankan pada konsep, dengan diberikan konsep-konsep kepada siswa, maka
siswa lebih mudah mengerti dan memahami materi pelajaran.
4.
Guru
meminta siswa untuk duduk dalam kelompok dan memberikan LDS kepada setiap
kelompok
|
b.
Kegiatan
Inti
1.
Guru
membagi siswa menjadi beberapa kelompok diskusi yang beranggotakan 4-5 orang siswa.
2.
Guru
membagikan bahan ajar kepada siswa.
3.
Guru
memberikan materi pelajaran secara umum. Materi yang akan diberikan lebih
ditekankan pada konsep, dengan diberikan konsep-konsep kepada siswa, maka
siswa lebih mudah mengerti dan memahami materi pelajaran.
4.
Guru
meminta siswa untuk duduk dalam kelompok dan memberikan LDS kepada setiap
kelompok
|
1
|
2
|
untuk dipelajari dan membahas soal-soal yang ada
dalam LDS
dengan cara diskusi. Dalam hal ini guru
membimbing diskusi kelompok siswa.
5.
Masing-masing
membuat laporan diskusi kelompok.
6.
Melaksanakan
pembelajaran aktif tipe Bowling Campus sebagai berikut:
a) Guru memberikan nama atau nomor pada
masing-masing kelompok dan memberikan kartu indeks untuk tiap anggota
kelompok.
b) Guru mengejukan pertanyaan dan siswa
yang mengacungkan kartu indeksnya akan menjawab pertanyaan tersebut dalam
waktu yang telah ditentukan.
c) Apabila siswa yang terpilih tidak bisa
menjawab dengan tepat dalam waktu yang telah ditentukan, maka siswa dari
kelompok lain dapat mengacungkan kartunya dan diberi kesempatan untuk
menjawab pertanyaan tersebut.
d) Setelah semua pertanyaan diajukan, guru
bersama dengan siswa menjumlahkan skor pada pembelajaran Bowling Campus
yang telah dilaksanakan dan guru mengumumkan kelompok pemenangnya serta guru
memberikan penghargaan pada kelompok pemenang.
|
untuk dipelajari dan membahas soal-soal yang ada dalam LDS
dengan cara diskusi. Dalam hal ini guru membimbing diskusi kelompok
siswa.
4.
Masing-masing
membuat laporan diskusi kelompok.
5.
Melaksanakan
pembelajaran dengan melakukan diskusi kelas sebagai berikut:
a) Guru memilih secara acak salah satu
kelompok yang akan mempresentasikan laporan hasil diskusi kelompoknya
b) Kelompok yang terpilih mempresentasikan
hasil diskusinya di depan kelas.
c) Meminta siswa dari kelompok lain
menggapi hasil diskusi kelompok yang telah tampil.
d) Guru memberikan tangapan dari kegiatan
diskusi yang telah dilaksanakan.
|
1
|
2
|
b.
Penutup
1.
Guru
membimbing siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran yang telah dipelajari.
2.
Mengingatkan
siswa untuk mempelajari materi pelajaran yang akan datang dan tugas rumah
yang akan dibuat dan dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya.
|
c.
Penutup
1.
Guru
membimbing siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran yang telah dipelajari.
2.
Mengingatkan
siswa untuk mempelajari materi pelajaran pertemuan selanjutnya.
|
3. Tahap Pengumpulan dan Analisis Data
Tahapan ini
dilakukan setelah selesainya tahap persiapan dan tahap pelaksanaan penelitian.
Tahapannya adalah sebagai berikut:
a. Memberikan instrumen penelitian kepada
sampel siswa yaitu berupa tes akhir (ujian).
b. Mengumpulkan data.
c. Mengolah data dari kedua kelas sampel.
d. Menarik kesimpulan dari hasil yang didapat
sesuai dengan teknik analisa data yang digunakan.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan yaitu
berupa tes hasil belajar. Tes yang diberikan berupa tes objektif pilihan ganda
dengan lima option. Tes yang diberikan sesuai dengan materi pelajaran yang
dilaksanakan selama perlakuan berlangsung dan tes ini dilakukan setelah
penelitian berakhir. Agar didapatkan tes yang valid, reliabel, dan
memperhatikan taraf kesukaran serta daya beda soal, maka dilakukan uji coba tes
sebelum diberikan pada sampel penelitian.
1. Validitas
Validitas
adalah suatu konsep yang berkaitan dengan tes untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur. Anastasi (tanpa tahun) dalam Surapranata (2005: 50)
menjelaskan “validitas adalah suatu tingkatan yang menyatakan bahwa suatu alat
ukur telah sesuai dengan apa yang diukur”. Jadi, dapat disimpulkan validitas tes
perlu ditentukan untuk mengetahui kualitas tes dalam kaitannya dengan mengukur
hal yang seharusnya diukur. Untuk menentukan apakah sebuah tes itu sudah valid
dan memiliki kualitas yang baik, tes ini dapat dianalisa dengan menggunakan
validitas isi. Arikunto (2008: 67) mengatakan “sebuah tes dikatakan memiliki
validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan
materi atau isi pelajaran yang diberikan”.
Validitas
isi suatu tes hasil belajar adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan
analisis dan penelusuran terhadap isi yang terkandung dalam tes hasil belajar
tersebut. Tes ini harus memiliki isi yang dapat mewakili secara representatif
terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusya diujikan
(Sudijono, 2008: 164).
2. Reliabilitas
Suatu alat
penilaian dapat dikatakan mempunyai kualitas yang baik apabila alat tersebut
memiliki atau memenuhi dua hal, yaitu validitas dan reliabilitas. “Reliabilitas
alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa
yang dinilainya”(Sudjana, 2004: 16). Jika suatu alat penilaian (instrumen
penilaian) sudah reliabel, artinya instrumen tersebut cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah
baik (Syamsurizal, 2006: 127). Menurut Arikunto (2008: 103) salah satu cara
untuk menentukan besarnya reliabilitas alat ukur adalah dengan menggunakan
rumus yang dikembangkan oleh Kuder dan Richardson, yaitu rumus K-R 21. Rumus tersebut
adalah:
Keterangan:
r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
n = jumlah item (butir soal )
M = mean atau rerata skor total
S = standar deviasi dari tes
Menurut
Fraenkel dan Wallen (1996) dalam Lufri (2005:134) kriteria koefisien
reliabilitas yang digunakan adalah sebesar ≥ 0,7.
3. Analisis Butir Soal
a. Tingkat Kesukaran
Bermutu
atau tidaknya butir-butir soal tes hasil belajar dapat diketahui dari derajat
kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir soal
tersebut. Butir-butir soal tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai
butir-butir soal yang baik, apabila butir-butir soal tersebut tidak terlalu
sukar atau tidak terlalu mudah (Sudijono, 2008: 370). Sejalan dengan pendapat
Sudijono tersebut, Arikunto (2008: 207) menyatakan bahwa soal yang baik adalah
soal yang tidak terlalu mudah atau terlalu sulit. Soal yang terlalu mudah tidak
dapat merangsang peserta didik untuk mempertinggi usaha memecahkannya.
Sebaliknya, soal yang terlalu sukar akan menyebabkan peserta didik menjadi
putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena diluar
jangkauannya. Untuk menentukan derajad kesukaran soal dapat digunakan rumus:
Keterangan:
P = Indeks Kesukaran atau Tingkat Kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan
betul
JS = Jumlah peserta tes
Kriteria
tingkat kesukaran yang dikemukakan oleh Nana Sudjana (1989) dalam Syamsurizal
(2006: 156) dikategorikan menjadi 3, yaitu:
Soal dengan P 0,00–0,3 adalah soal sukar
Soal dengan P 0,31–0,7 adalah soal sedang
Soal dengan P 0,71–1,0 adalah soal mudah.
Kriteria
tingkat kesukaran soal yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah yang
soal yang memiliki nilai P 0,31–0,7.
b. Daya Beda
Analisis
daya beda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan
soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu (kemampuannya tinggi) dengan
siswa yang tergolong kurang mampu (kemampuannya rendah). Butir soal yang tidak
memiliki daya beda diduga terlalu mudah atau terlalu sulit sehingga perlu
diperbaiki atau diganti. Idealnya semua butir soal memiliki daya beda dan
tingkat kesukaran (Sudjana, 204: 141−144). Arikunto (2008: 213) menyatakan
bahwa untuk menentukan daya beda soal dapat digunakan rumus:
Keterangan:
D = Daya Beda
J = Jumlah
peserta tes
Ja = Banyaknya peserta kelas atas
Jb = Banyaknya peserta kelas bawah
Ba = Banyaknya siswa kelas atas yang menjawab soal
dengan benar
Bb = Banyaknya siswa kelas bawah yang menjawab
soal dengan benar
Pa = Proporsi kelas atas yg menjawab benar
Pb = Proporsi kelas bawah yg menjawab benar
Kriteria
daya beda soal yang dikemukan oleh Arikunto (2008: 213) adalah:
0,00 – 0,20 = kurang baik
0,21 – 0,40 = cukup baik
0,41 – 0,70 = baik
0,71 – 1,00 = sangat baik
Kriteria
daya beda soal yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah soal yang
memiliki nilai D > 0,3.
F. Teknik Analisis Data
Dalam analisis data akan
dilakukan uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis. Sebelum dilakukan
uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas.
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah sampel terdistribusi normal atau
tidak dan apakah kelas sampel bervarian homogen atau tidak.
1. Uji Normalitas
Uji
normalitas ini bertujuan untuk menentukan apakah sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Untuk uji normalitas ini digunakan uji Lillefors
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menyusun data X1, X2,
X3, ..., Xn hasil
belajar dalam bentuk tabel mulai dari data yang terkecil hingga data yang
terbesar.
b. Data X1, X2, X3,
..., Xn dijadikan bilangan
baku Z1, Z2, Z3, ..., Zn dengan
menggunakan rumus:
c. Dengan menggunakan daftar distribusi
normal baku, kemudian dihitung peluang
F(Zi) = P(Z £ Zi).
d. Menghitung harga S(Zi), yaitu proporsi
skor baku (Z1, Z2, Z3, ..., Zn)
yang lebih kecil atau sama dengan Zi, dengan menggunakan rumus:
e. Menghitung selisih F(Zi) - S(Zi), kemudian menghitung harga mutlaknya.
f. Mengambil harga yang paling besar diantara
harga-harga mutlak selisih tersebut. Harga ini disebut sebagai L0.
g. Membandingkan nilai L0 dengan nilai kritis
Ltabel yang diambil dari taraf nyata a yang dipilih. Kriterianya diterima yaitu
hipotesis itu normal jika L0 lebih kecil dari Ltabel, selain dari itu hipotasis
ditolak (Sudjana, 2005: 466-467).
2. Uji Homogenitas
Uji
homogenitas ini bertujuan untuk melihat apakah kedua sampel mempunyai varians
yang homogen atau tidak. Untuk mengujinya dilakukan uji F dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mencari varian masing-masing kelompok
data, kemudian menghitung harga F dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
F = varian kelompok data
S12 = varian hasil
belajar terbesar
S22 = varian hasil belajar
terkecil
b. Jika harga Fhitung sudah
didapatkan, maka Fhitung dibandingkan dengan Ftabel yang
terdapat dalam daftar distribusi F dengan taraf signifikan 5% dan dkpembilang
= n1 -1 , dkpenyebut = n2 - 1. Bila harga Ftabel lebih besar dari Fhitung
berarti kelompok data mempunyai varian yang homogen dan sebaliknya (Sudjana,
2005: 249).
3. Uji Hipotesis
Berdasarkan
uji normalitas dan uji homogenitas, ada tiga kemungkinan hasil yang didapatkan,
yaitu data normal dan homogen, data normal dan tidak homogen, dan data tidak
normal dan tidak homogen. Untuk ketiga kemungkinan tersebut, maka uji hipotesis
yang digunakan adalah:
a. Data terdistribusi normal dan dua kelompok
data homogen, maka digunakan rumus sebagai berikut:
dan
Keterangan:
= nilai rata-rata
kelas eksperimen
= nilai rata-rata
kelas kontrol
S1 = standar deviasi kelas eksperimen
S2 = standar deviasi kelas kontrol
S = standar deviasi gabungan
n1 =
jumlah siswa kelas eksperimen
n2 =
jumlah siswa kelas kontrol
Kriteria pengujian yang
digunakan adalah H0 diterima jika -t 1- ½ a < t < t 1- ½ a dimana t1-½ a didapat dari daftar distribusi t pada taraf
signifikan 0,05 dengan dk = (n1 + n2 - 2) dengan peluang (1 - ½a). Untuk harga lainnya H0 ditolak
(Sudjana, 2005: 239-240).
b. Data terdistribusi normal dan dua kelompok
data tidak homogen, maka digunakan rumus sebagai berikut:
Kriteria
pengujian adalah: diterima hipotesis H0 jika
Dengan:
t1 = t (1 - ½a), (n1 - 1)
dan t2 = t (1 - ½a), (n2 - 1)
(Sudjana,
2005: 241).
c. Data terdistribusi tidak normal dan dua
kelompok data tidak homogen, maka uji yang digunakan adalah uji U.
Keterangan:
R1 = jumlah jenjang tes pada kelas eksperimen
R2 =
jumlah jenjang tes pada kelas kontrol
n1 = jumlah siswa pada kelas eksperimen
n2 = jumlah siswa pada kelas kontrol
Hipotesis diterima jika Uhitung £ Utabel (Best, 1982: 369-370).
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Best, John W. 1982. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Dimyati dan Mudjiono.2002. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Lufri. 2005. Pendidikan
dan Pengajaran Biologi Bernuansa IESQ. Padang: UNP Press.
Lufri. 2007. Kiat
Memahami Metodologi dan Melakukan Penelitian. Padang: Jurusan Biologi FMIPA
UNP.
Lufri. 2007. Strategi
Pembelajaran Biologi: Teori, Praktik, dan Penelitian. Padang: UNP Press.
Nasution, S. 2008. Berbagai
Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Pitriana, Yulia. 2009.
“Pengaruh Pembelajaran Aktif Menggunakan Tipe Bowling Campus terhadap Hasil
Belajar Biologi Kelas XI Siswa SMA Adabiah Padang Tahun Pelajarang 2008/2009”. Skripsi
tidak diterbitkan. Padang: Jurusan Biologi FMIPA UNP.
Purwanto, M. Ngalim. 2007. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ramdhani, Neila. 2008. “Active
Learning and Soft Skills”. (Online), http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/upload/2008/05/active-lerning.pdf,
diunduh 26 Juni 2009.
Rustaman, Nuryani Y.,
Soendjojo Dirdjosoemarto, Suroso Adi Yudianto, Yusnani Achmad, Ruchji Subekti,
Diana Rochintaniawati dan Mimin Nurjhani K. 2003. Strategi Belajar Mengajar
Biologi. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.
Sabri, Ahmad. 2007. Strategi
Belajar Mengajar dan Micro Teaching. Jakarta: Quantum Teaching.
Sadiman, Arief, R.Rahardjo,
anung Haryono, dan Rahardjito. 2006. Media Pendidikan (Pengertian,
Perkembangan, dan Pemanfaatan). Jakarta: Raja Grafinda Persada.
Silberman, Melvin L. 2006. Active
Lerning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia.
Slameto. 2003. Belajar
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.
Samadhi, T.M.A. Ari. Tanpa
tahun. “Pembelajaran Aktif (Active Learning)”. (Online), http://eng.unri.ac.id/dowload/teaching-improvement/BK2_Teach
&Learn_2/Active%20learning_5.doc, diunduh 29 Juni 2009.
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sudjana. 2005. Metoda
Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjana, Nana .2000. Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sudjana, Nana. 2004. Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Surapranata, Sumarna. 2005.
Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Syamsurizal. 2006. Assesmen
Pembelajaran. Padang: Jurusan Biologi FMIPA UNP.
Wena, Made. 2009. Strategi
pembelajaran Inovatif Kontemporer.
Jakarta: Bumi Aksara.
Winkel, W.S. 1987. Psikologi
Pengajaran. Jakarta: Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar